Mojokerto - Jaksa penuntut umum (JPU) dan tim kuasa hukum Ustad Rudianto, alian Dian(40) kompak mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim PN Mojokerto. Pada tahap banding, majelis hakim menetapkan hukuman ustad TPQ di Kecamatan Sooko 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain itu, terdakwa juga dihukum membayar ganti rugi (restisusi) sekitar Rp 44 juta untuk ketiga korban menyebut, hukuman denda Rp 1 miliar diganti dengan penjara selama tiga bulan apabila terdakwa tidak mampu membayar. Demikian pula dengan ganti rugi restitusi untuk tiga korban yang totalnya Rp 43 juta.
”Apabila ganti kerugian restitusi tidak dibayar diganti dengan penjara tiga bulan,” jelasnya.
Banding perkara dengan terdakwa Rudianto diadili majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya yang dipimpin Hidayat, serta hakim anggota Imam Syafi’I dan Arthur Hangewa.
Vonis banding nomor Nomor 82/PID.SUS/2023/PT SBY menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor 346/Pid.Sus/2022/PN Mjk tanggal 22 Desember 2022 yang menyatakan ustad Dian bersalah melakukan tindak pidana pasal 76 E Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak Jo pasal 82 ayat (1), (2), (4) UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Menyatakan terdakwa Rudianto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ancaman kekerasan perbuatan cabul yang dilakukan pendidik yang korbannya lebih dari 1 (satu) orang secara berlanjut," isi putusan banding.
Sementara itu, ketua Women Crisis Center (WCC) Mojokerto Yuni Shafera mengapresiasi hasil putusan majelis hakim nomor 82/PID.SUS/2023/PT SBY ini. Menurut Yuni sapaan akrabnya, majelis hakim telah memenuhi rasa keadilan.
“Hakim telah menjatuhkan putusan yang setimpal dengan perbuatan, meski hasil putusan tersebut belum inkracht kami selaku pendamping korban berharap sekalipun ada upaya kasasi Majelis Hakim tetap menerapkan melandaskan culpa poena par esto dalam nuraninya," tutur yuni kepada awak media.
Yuni juga mengungkapkan bahwa sampai saat ini korban masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Saat ini, psikolog Women Crisis Center Mojokerto bu Hasri Ardilla dan Bu Rizky Restu Ningtyas berupaya dalam melakukan evaluasi serta treatment terhadap kondisi psikologis korban yang notabene masih dibawah umur," terangnya.
“ Tak hanya itu korban juga mendapatkan restitusi melalui LPSK yang saat ini masih menunggu status inkracht, ” imbuh Yuni.